Rabu, 16 September 2020

Bingung Memulai Menulis Dari Mana? Ini Caranya!

Berbagai pertanyaan timbul dari adik-adik di media sosial, dan penduduk netizen lainnya, yang intinya sama, yaitu: bagaimana agar bisa menjadi penulis?

Sebuah pertanyaan yang itu-itu saja didengar oleh penulis, dan para penulis lainnya yang aktiv dalam forum. Maka sang penulis pun menjawabnya dengan sederhana: menulislah dari yang kamu tahu, dan menulislah dari hati, juga pikiran.

Hanya sesederhana itu untuk memulai menulis. Tidak repot, atau juga harus jungkir-balik untuk memulainya. Namun begitu, banyak juga yang gagal paham untuk melakukannya. Akibatnya, adik-adik tadi saling tatap dengan layar laptopnya.

Bingung mau menulis apa? Hehehe …

Kalau serius ingin jadi penulis, kata “penulis” itu dibenamkan di hati dan di kepala. Dalam keseharian tidak terlepas dari dunia menulis, dan juga mulailah menambahkan gelar nama penulis di depan nama kamu.

Misalnya nama kamu Laika Maya, saat kamu sudah terjun di dunia menulis, tambahkan namanya jadi seperti ini: Penulis Laika Maya. Selain itu, saat ada pengisian biodata, kamu cantumkan juga kata “penulis atau menulis”.

Agar supaya apa? Tentu saja itu untuk membuat kamu lebih percaya lagi dengan bidang/profesi yang kamu jalani. Dan baiknya lagi, saat kamu mulai merasa sudah menjadi seorang penulis, kebiasaan kamu pun berubah, setiap waktunya hanya berkutat di dunia literasi.

Dan ini adalah salah satu cara saya sendiri, saya selalu mencamtumkan “penulis” di depan nama, juga selalu mengisi jawaban “menulis” saat berbagai pertanyaan yang datang menyerbu saya. Padahal saya menunggu, bahkan tentu juga sangat senang, kalau ada seseorang menyebut saya penulis.

Tapi ya begitu, orang-orang memanggil saya penulis, bukan karena saya cantumkan nama saya besar-besara Penulis Asmara Dewo. Bukan .. bukan itu! Tapi, saat orang-orang mulai dan sudah membaca karya saya.

Berkarya dulu, baru disebut penulis.

Walaupun demikian, jauh-jauh hari sebelum karya dibaca, saya sudah mencamtumkan nama penulis di depan nama. Hingga akhirnya, orang-orang lain pun menyebutkan hal yang sama. Mengingat masa-masa itu, lucu juga mengenangnya. Penuh harap dipanggil “penulis”. Hehehe

Kembali lagi bagaimana cara memulai menulis.

Seperti yang sudah disinggung di atas, kamu bisa menulis dari hal yang paling sederhana, yaitu: menulislah apa yang kamu tahu. Kamu bisa menuliskan keseharian hidup kamu seperti buku diary. Isilah lembaran-lembaran kosong itu melalui apa saja yang membuat kamu senang dan tentu saja kamu tahu tentang itu semua.

Kamu juga bisa menulis puisi. Menulis puisi adalah cara memulai menulis yang sangat baik. Sebab, itu adalah ungkapan hati si penulis, saat si penulis sedang merasakan kesedihan yang begitu mendalam, atau juga penyesalan lahir-bathin, penulis tadi dengan menggebu-gebu menguraikan kata-kata dalam secarik puisi.

Nah, itu bisa kamu tiru. Kalau kebiasaan kamu adalah suka mengeluh kepada orang lain karena ada masalah, atau juga sering teriak-teriak tidak jelas, mulailah berkeluh dan teriaknya dalam tulisan. Tanpa kamu sadari kamu sudah berlatih menulis dengan benar. Juga merasakan kebahagiaan tersendiri karena sudah mandiri, tidak lagi mengeluh pada orang lain.

Agar kamu menulis dengan lancar, tidak buntu di tengah-tengah tulisan, dan dapat juga memengaruhi pembaca, sehingga menimbulkan emosional pembaca, menulislah dari hati. Sama halnya jika kamu berbicara pada orang lain, jika kamu hanya berbicara tanpa landasan perasaan, orang yang mendengarnya hanya berlalu saja. Lain halnya jika didasari perasaan, itu akan membuat orang lain mendengarnya tersentuh.

Selain menulis dengan hati, kamu juga dituntut untuk selalu mengubah pola pikir yang semakin baik. Ini berkaitan dengan kecerdasan, pengetahuan, wawasan, dan ketajaman berpikir. Dan semua ini akan kamu dapatkan sendiri, seiring dengan setiap karya yang kamu tulis.

Satu hal yang tidak bisa kamu tawar untuk membentuk pola pikir dalam menulis adalah membaca. Membaca adalah harga mati bagi penulis. Kuburkan dalam-dalam mimpi besar kamu ingin menjadi penulis, kalau kamu tidak mau dan suka membaca.

Jika sekarang tidak suka membaca, namun ingin menjadi penulis, mulailah cari bacaan atau buku yang paling kamu senangi. Lambat laun, kamu akan menyukai kegiatan membaca, dan kamu akan terkejut sendiri, kamu menjadi orang yang paling rakus terhadap bacaan atau buku.

Nah, setelah semua ini kamu lakukan, tidak serta merta bulan depan kamu menjadi seorang penulis. Butuh berbulan-bulan, atau bertahun-tahun untuk menjadi seorang penulis. Itu ditandai dari setiap karya yang kamu lahirkan.

Maka dari itu juga, kamu memang haru rajin sekali menulis, setiap hari kamu harus menulis. Yang jelas, tiada hari tanpa menulis. Karena proses menjadi seorang penulis itu membutuhkan perjalanan yang cukup panjang. Dalam setiap karya yang ditulis, maka semakin bertambahlah skill cara penulisan yang lebih baik lagi.

Menulis lalu membaca, membaca lalu menulis. Begitulah kamu setiap waktunya, dan tentu saja kesehatan tetap dijaga, agar selalu prima. Tulisan yang sehat, tulisan yang mampu memotivasi dan menginspirasi itu dikarang oleh penulis yang sehat. Sehat jasmani, juga sehat rohani.

Jika kamu membaca artikel ini, dan kamu lakukan mulai sekarang, juga diterapakan dalam sehari-hari, lusa nanti kamu akan tersenyum. Kamu akan terkenang, dan mengingat-ingat si penulis artikel ini. Karena semua penulis mempunyai cerita perjalanan yang tidak jauh beda. Selalu disulut api semangat menulis oleh pendahulunya.

Dan jika suatu hari nanti kamu sudah menjadi seorang penulis, kamu juga mempunyai kewajiban untuk menuliskan artikel yang mampu melahirkan calon-calon penulis andal. Ada suatu peraturan yang tak tertulis bagi setiap penulis, yaitu seorang penulis harus menahirkan seribu menulis.

Nah, begitu juga dengan saya, tentu tidak mengingkari janji tak tertulis tersebut. Karena itu adalah kesadaran bagi sang penulis sendiri. Kesadaran bagi penulis dari mana ia muncul ke permukaan publik. Belajar otodidak? Belajar di kelas? Atau belajar dari gerombolan penulis yang tergabung dalam satu cita-cita? Ya, semua itu kembali pada sang penulis dan kesadarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar